Saturday, January 7, 2017

KESELAMATAN PENERBANGAN



Ketika aktivitas manusia dilakukan berlandaskan kebenaran ilmiah maka 
hipotesisnya adalah aktivitas itu akan sesuai dengan prinsip ajaran Islam. Mengapa?
Analisis berikut berupaya membuktikannya. Analisis terhadap empat aspek keselamatan penerbangan 'tetralogi dalam penerbangan', yaitu kebenaran ilmiah, kepatuhan, kejujuran, dan hazard.

Analisis pertama, penerbangan dikelola berlandaskan kebenaran ilmiah yang dituangkan dalam 19 buku ICAO Annexes. Kebenaran ilmiah yang diperoleh melalui research and development pada hakikatnya kebenaran dari Allah SWT, Maha Pencipta langit dan bumi beserta segala isinya.

Kebenaran ilmiah adalah ayat-ayat Allah di alam semesta. Bila kebenaran mutlak diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW yang tertuang dalam Alquran bersifat tetap, kebenaran ilmiah terus berkembang sampai akhir alam dunia ini, membuka ayat-ayat Allah SWT di alam semesta.

Ketika kebenaran ilmiah itu dituangkan dalam ICAO Annexes dan berbagai dokumen turunannya dalam bentuk regulasi dan dilaksanakan oleh insan dan lembaga penerbangan pada hakikatnya aktivitas penerbangan telah dilakukan berdasarkan ayat Allah SWT yang tersirat di alam semesta. "Hai jamaah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan." (QS ar-Rahman: 33).

Analisis kedua, ketika ICAO melaksanakan program USOAP (Universal Safety Oversight Audit Program), program ini sangat Islami. USOAP adalah program audit untuk mengetahui kepatuhan negara dan lembaga atau maskapai penyelenggara penerbangan terhadap Standard and Recommended Practices ICAO (SARPPs) dalam ICAO Annexes.

Bila bandara, maskapai penerbangan dan navigasi udara dikelola dengan penuh kepatuhan pada ICAO Annexes beserta dokumen dan circular-nya, penerbangan ini telah dikelola secara Islami. Islam menghendaki umatnya mematuhi, melaksanakan perintah Allah SWT, dan menjauhi larangan-Nya.

Indonesia, pada 2007-an dilanda berbagai kecelakaan pesawat dan menimbulkan ketakutan pada para penumpang. Tapi, saat penumpang itu naik pesawat yang baik dalam pengelolaan keselamatan penerbangannya yang telah mematuhi ketentuan ICAO, tidak terbersit ketakutan dalam diri penumpang.

Mengapa? Kalau kepatuhan itu dilakukan secara utuh, memakai bahasa Alquran, itu berarti penyelenggara penerbangan telah istiqamah. "Sesungguhnya, orang-orang yang mengatakan, 'Tuhan kami ialah Allah,' kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berdukacita."(QS al-Ahqaf: 13).

Pertanyaan ketika melihat grafik kepatuhan Indonesia (hasil USOAP 2014) dalam delapan aspek kritis penerbangan, di bawah rata-rata kepatuhan seluruh dunia. Mengapa hal ini bisa terjadi?

Bisakah ini dijadikan cermin kepatuhan umat Islam di Indonesia? Ataukah, ada kendala organisasi, struktur, pendidikan, manajemen yang menghambat prestasi kepatuhan?

Analisis ketiga, untuk meningkatkan keselamatan penerbangan setiap negara harus menerapkan reporting system. Semua insiden harus dilaporkan dan dianalisis.

Dari laporan dan analisis insiden itu diambil pembelajaran untuk memperbaiki pengelolaan keselamatan penerbangan. Berdasarkan teori, bila 600 insiden tidak dianalisis akan terjadi 30 kecelakaan ringan, 20 kecelakaan serius, dan satu kecelakaan fatal.

Laporan ini memerlukan kejujuran. Islam sangat jelas mengedepankan kejujuran mengikuti suri teladan Rasulullah SAW. Diriwayatkan oleh Ibn Mas'ud bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Bersikap jujurlah kalian karena kejujuran akan mengantarkan kepada kebajikan dan kebajikan akan mengantarkan ke surga. Di saat seseorang selalu jujur dan menjaga kejujurannya, Allah SWT akan menetapkannya sebagai orang yang jujur."

Analisis keempat, bila penerbangan telah dikelola dengan penuh kepatuhan, baik yang standar maupun rekomendasi, masih ada yang harus tetap diwaspadai, yaitu hazard yang mengancam keselamatan penerbangan. Insan penerbangan, terutama safety manager setiap hari harus selalu dan terus mengidentifikasi hazard yang mengancam keselamatan penerbangan dan mengambil tindakan mitigasi.

Aktivitas ini juga sangat Islami. Umat Islam diminta selalu waspada terhadap hazard yang selalu mengintai setiap perbuatan yang baik, yaitu sikap riya, ujub, takabur, sombong, dan lainnya. (QS al-Baqarah: 264).

Analisis kelima, ketika di suatu negara banyak terjadi kecelakaan, hipotesisnya adalah penerbangan di negara itu dikelola tanpa kepatuhan terhadap ICAO Annexes. Penerbangan adalah aktivitas yang dikelola dengan peraturan yang sangat ketat.

Ketika peraturan keselamatan penerbangan tidak dipatuhi, bisa diterima akal bila terjadi kecelakaan pesawat. Tidak patuh terhadap peraturan penerbangan, bila memakai bahasa Alquran, berarti menzalimi diri sendiri dan musibah pun terjadi karena perbuatan tangan sendiri. (QS Yunus: 44).

Analisis keenam, dengan peraturan yang sangat ketat, dengan Annex 19 Safety Management System, target ICAO adalah tidak lebih dari satu kecelakaan fatal tiap sejuta penerbangan. Mengapa tidak zero accident?

ICAO tidak pernah membuat target zero accident karena tidak mungkin tercapai. Tidak pernah ada organisasi yang sempurna, tidak pernah ada sistem sempurna. Insan penerbangan, di mana pun, bekerja di dalam sistem yang tidak sempurna.

Insan penerbangan, ketika hendak melaksanakan tugas mengelola penerbangan, saat bepergian dengan pesawat terbang, meskipun telah diatur ketat, harus tetap berdoa karena pasti ada ketidaksempurnaan di dalam sistem. Hanya Allah SWT Yang Maha Sempurna. Wallahu a'lam bishawab.

Yaddy Supriyadi 
Wakil Ketua Masyarakat Hukum Udara
(Tulisan ini dimuat di harian Republika Jumat , 15 July 2016,)

No comments:

Post a Comment